Kerajaan Cirebon merupakan bagian dari administratif Jawa Barat. Cirebon sendiri mempunyai arti seperti di daerah-daerah lainnya. Cirebon berasal dari bahasa sunda “ci” yang berarti air, sedangkan “rebon” berarti udang. Cirebon mempunyai ati sungai udang atau kota udang. Cirebon didirikan pada 1 Sura 1445 M, oleh Pangeran Cakrabuana. Pada tahun 1479 M Pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon yang bertempat di kraton Pakungwati Cirebon menyerahkan kekuasaannya pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati adalah seorang menantu Pangeran Cakrabuana dari ibu Ratu Mas Rara sasantang. Sejak inilah Cirebon menjadi negara merdeka dan bercorak Islam.
Sebelum berdirinya kekuasaan politik Islam di bawah kekuasaan Sunan Gunung Jati wilayah Cirebon dibagi menjadi dua daerah, pesisir dan pedalaman. Daerah pesisir dipimpin oleh Ki Gendeng Jumajan Jati, sedangkan wilayah pedalaman dipimpin oleh Ki Gendeng Kasmaya. Keduanya adalah saudara Prabu Anggalarung dari Galuh. Sunan Gunung Jati kemudian menikah dengan Ratu Mas Pakungwati dari Cirebon pada tahun 1479 dan pada tahun itu juga di bangun Istana Pakungwati atau keraton Kasepuhan[2].
Putra Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Pasarean pada tahun 1528 diangkut sebagai pemangku kekuasaan di Cirebon. Sebelum sempat menggantikan ayahnya, Pangeran Pasarean wafat pada tahun 1552. Sunan Gunung Jati kemudian mengangkat Aria Kemuning menjadi sultan Cirebon. Aria Kemuning adalah anak angkat dari Sunan Gunung Jati. Aria Kemuning atau julukannya Dipati Carbon 1 menjabat sebagai sultan Cirebon kurang lebih 12 tahun, yaitu sejak 1553-1565.
Menurut Tome Pires, seorang musyafir dari negeri Portugis pendapat Islam masuk pada Kerajaan Cirebon pada tahun 1470-1475. pada tahun 1420 M, datang serombongan pedagang dari Baghdad yang dipimpin oleh Syekh Idlofi Mahdi, ia tinggal di dalam perkampunganMuara Jati dengan alasan untuk memperlancar barang dagangannya. Syekh Idlofi Mahdi memulai kegiatannya selain berdagang dia juga berdakwah dengan mengajak penduduk serta teman-temannya untuk mengenal serta memahami ajaran Islam. Pusat penyebarannya brada di Gunung Jati. Syekh Idlofi
Mahdi menyebarkan agama Islam dengan cara bijaksana dan penuh hikmah.
Sebelum masuknya Islam ke pulau jawa pada umumnya dan kerajaan Cirebon khususnya, situasi masyarakat di pengaruhi sistem kasta pada ajaran agama Hindu kehidupan masyarakatnya jadi bertingkat-tingkat. Mereka yang mempunyai kasta lebih tinggi tidak dapat bergaul dengan dengan kasta yang lebih rendah atau pergaulan diantara mereka dibatasi. Setelah ajaran Islam disebarkan oleh Syekh Idlofi Mahdi, susunan masyarakat berdasarkan kasta ini mulai terkikis dan dimulailah kehidupan masyarakat tanpa adanya perbedaan kasta.
b. PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA SUNAN GUNUNG JATI ATAU SYARIF HIDAYATULLAH. Menurut semua sejarah lokal dari Cirebon termasuk cerita Purwaka Caruban Nagari, masuknya Islam di Cirebon pada abad 15 yaitu pada tahun 1470. disebarkan oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Penyebaran agama Islam itu dimulai ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun yaitu dengan menjadi mubaliqh Cirebon. Di tahun 1479 Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati, putre dari pangeran Cakrabuana. Pengganti pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon di berikan pada Syarif Hidayatullah. Pada tahun pengangkatannya Syarif Hidayatullah mengembangkan daerah penyebarannya di wilayah Pajajaran.
Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke daerah Serang yang sebagian rakyatnya sudah mendengar tentang Islam dari pedagang-pedagang dari Arab dan Gujarat yang berlabuh di pelabuhan Banten. Syarif Hidayatullah mendapat sambutan hangat dari adipati Banten. Daerah-daerah yang telah diislamkan antara lain : Kuningan, Sindangkasih, Telaga, Luragung, Ukur, Cibalagung, Kluntung, Bantar, Indralaya, Batulayang, dan Timbangaten. Di wilayah Pejajaran Agama Islam berkembang pesat di negeri Caruban yang dipimpin oleh Syarif Hidayatullah. Demak kemudian menjalin persahabatan dengan Syarif Hidayatullah. Setelah mengenal Syarif Hidayatullah Raden Patah bersama-sama para mubaliqh yang sudah bergelar sunan menetapkan Syarif Hidayatullah sebagai Panata Gama Rasul di tanah Pasundan. Panata Gama Rasul artinya orang yang ditetapkan sebagai pemimpin penyiaran Agam Nabi Muhamad di tanah Jawa. Kemudian atas kesepakatan para sunan Syarif Hidayatullah di beri gelar Sunan Gunung Jati dan menjadi Sunan paling terakhir yaitu sunan ke-9 dari sunan 9 sunan lainnya.
1. Sunan Gunung Jati Syech Hidayahtullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya
7. Para Sultan :
8. Sultan Kanoman I (Sultan Badridin)
9. Sultan Kanoman II ( Sultan Muhamamad Chadirudin)
10. Sultan Kanoman III (Sultan Muhamamad Alimudin)
11. Sultan Kanoman IV (Sultan Muhamamad Chadirudin)
12. Sultan Kanoman V (Sultan Muhamamad Imammudin)
13. Sultan Kanoman VI (Sultan Muhamamad Kamaroedin I)
14. Sultan Kanoman VII (Sultan Muhamamad Kamaroedin )
15. Sultan Kanoman VIII (Sultan Muhamamad Dulkarnaen)
16. Sultan Kanoman IX (Sultan Muhamamad Nurbuat)
17. Sultan Kanoman X (Sultan Muhamamad Nurus)
18. Sultan Kanoman XI (Sultan Muhamamad Jalalludin)
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu
4. Pangeran Dipati Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Raja Syamsudin
7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin
8. Sultan Sepuh Raja Jaenudin
9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin
10. Sultan Sepuh Safidin Matangaji
11. Sultan Sepuh Hasanudin
12. Sultan Sepuh I
13. Sultan Sepuh Raja Samsudin I
14. Sultan Sepuh Raja Samsudin II
15. Sultan Sepuh Raja Ningrat
16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda
17. Sultan Sepuh Raja Rajaningrat
18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH
19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu Pangeran Dipati Anom Carbon
4. Pangeran Dipati Anom Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Moh Badridini Kanoman
7. Sultan Anom Raja Mandurareja Kanoman
8. Sultan Anom Alimudin
9. Sultan Anom Moh Kaerudin
10. Sultan Carbon Kaeribonan
11. Pangeran Raja Madenda
12. Pangeran Raja Denda Wijaya
13. Pangeran Raharja Madenda
14. Pangeran Raja Madenda
15. Pangeran Sidek Arjaningrat
16. Pangeran Harkat Nata Diningrat
17. Pangeran Moh Mulyono Ami Natadiningrat
18. KGPH Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga
1. Sunan Gunung Jati Syech Hidayatullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya
7. Pangeran Wangsakerta (Panembahan Cirebon I)
8. Panembahan Cirebon II (Syech Moch. Abdullah)
9. Panembahan Cirebon III (Syech Moch. Abdullah II)
10. Panembahan Syech Kalibata
11. Panembahan Syech Moch. Abdurrohman
12. Panembahan Syech Moch. Yusuf
13. Panembahan Moch. Abdullah
14. Panembahan Jaga Raksa
15. K.H Moch. Syafe’i
16. K.H Moch. Muskawi
17. H. Moch. Parma
18. H. Salimmudin
19. Hj. Siti Ruqoyah
Kerajaan Cirebon terbagi menjadi 3 kesultanan yaitu, Keraton Kasepuhan dipegang oleh Sultan Sepuh, Keraton Kanoman dipegang oleh Sultan Anom, Keraton Karicebonan dipegang oleh Panembahan Karicebonan. Mereka hanya mengurusi kerajaan masing-masing. Mengakibatkan kerajaan Cirebon perlahan-lahan mulai hancur. Setelah Sultan Panembahan Gerilya wafat pada tahun 1702, terjadi perebutan kekuasaan diantara kedua putranya, yaitu antara Pangeran Marta Wijaya dan Pangeran Wangsakerta. Di samping itu adanya campur tangan VOC yang mengadu domba mereka membuat persaudaraan mereka menjadi permusuhan.
No comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar secara baik sesuai topik pembahasan